Dampak Materi Selfie Jurnalisme Acara “Blogger Community” XL Center Cirebon bersama Blogger Cirebon

Demikian juga dalam Selfie Jurnalisme, teknik bisa dipelajari sambil melakukan, tapi sense of art tergantung bakat dan jiwa seni masing-masing individu.

====

Dampak Materi Selfie Jurnalisme Acara “Blogger Community” XL Center Cirebon bersama Blogger Cirebon

Selfie Jurnalisme

Hari Sabtu 18 April lalu, Rebon diajak bikin acara dadakan oleh XL Center Cirebon, “Blogger Community”. Event dadakan ini menempatkan saya sebagai pemberi materi mengenai fotografi, khususnya Selfie Jurnalisme.
Selfie Jurnalisme 000

Beberapa hari sebelumnya, saya kedatangan Danang, adik ipar (adik dari istri saya). Maka saat acara itu, saya ajak serta. Adik ipar saya ini cenderung pendiam. Kalo saya ajak ngobrol pun, sayalah yang dominan berbicara. Tapi saya tahu betul bahwa dia memiliki jiwa seni.
Selfie Jurnalisme 001

Bersama Danang (adik ipar). Di-crop dengan posisi yang disesuaikan, lalu diberi bingkai, agar lebih terlihat berdimensi (3D).

Bahkan sehari sebelumnya, saya pernah ajak Danang bertemu fotografer senior di Cirebon, kang Aat Fahurrozak, pada sore hari, sekitar Isya. Agus (sekretaris Rebon) saya panggil melalui twitter, karena saya lupa bawa telepon genggam. Lalu kang Aat, mengajak kami bertemu sekumpulan fotografer lainnya. Kebetulan “markas” mereka dekat atau bertetangga dengan rumah Agus. Agus jadi langsung parkir motor di rumah sendiri.

Saya masih asik ngobrol dengan Viktor, “komandan” di “markas” ini, saat kang Aat, kemudian Agus berpamitan pulang. Danang hanya menjadi orang ketiga yang mendengar saja.

Kembali ke acara “Blogger Community”. Melihat tingkah polah teman2 blogger, yang sering ikut menimpali saat saya memberikan materi di acara “Blogger Community”, rupanya menjadi perhatian Danang juga.

Saat kami tiba di rumah, Danang banyak bertanya tentang blogger dan ngeblog. Saya katakan, bahwa sesungguhnya saya hanya bisa menulis. Terlatih saat masih di Kelompok Ilmiah Remaja (KIR), semasa masih SMA. Lalu menjadi penulis lepas feature news di beberapa surat kabar Jakarta. Tapi memang sedikit ngerti bahasa pemrograman saat masih kuliah di jurusan Manajemen Informatika.

Tentang internet, saya bilang, tak ada yang perlu secara khusus dipelajari. Saat kita punya perangkat, segalanya akan terasa mudah. Saya ambil contoh, keisengan saya membuat satu akun robot Twitter. Pernah ditangguhkan (suspened) selama 2 tahun karena dianggap spam. Saat akun itu aktif lagi, saya jadikan akun robot lagi. Jadi sekalipun teknik itu sudah 2 tahun, dan ada kebijakan baru di Twitter dalam penggunaan RSS via kotak pencarian, saat saya hendak bikin akun robot lagi, dasar-dasarnya tetap sama. Tinggal kita arahkan hasil pencarian Twitter itu ke web sosial media lain yang memungkinkan untuk menarik RSS, selebihnya tetap sama dengan teknik sebelumnya.

Itu sebabnya, saya diteriaki “akun robot” oleh beberapa teman blogger, saat sebagai pemberi materi di acara “Blogger Community”, saya katakan, kalo googling “dodi nurdjaja”, akan keluar misalnya akun Google+, Facebook, Twitter dan lain-lain yang kemungkinan besar adalah akun saya. Di satu sisi, itu memang sebuah ledekan. Tapi di sisi lain, itu semacam julukan yang melekat, menyertai nama blog masing-masing. Tiap-tiap blogger, dikenal dengan nama blog, atau icon blog masing-masing. Saya dikenal dengan “Macan Putih”, karena icon blog saya.

Saat berurusan dengan bentuk tampilan (disain blog maupun fotografi), itu adalah perpaduan antara pengetahuan kita secara teknik dan sense of art. Demikian juga dalam Selfie Jurnalisme, teknik bisa dipelajari sambil melakukan, tapi sense of art tergantung bakat dan jiwa seni masing-masing individu. Kemudian, saya perlihatkan kepada Danang, beberapa pose “selfie jurnalisme” saya.

Selfie Jurnalisme 002

Meskipun tertutup, tapi tetap bisa ditebak. @ Rumah Makan Padang Sederhana Pulomas. Bagian bawah di-crop utk membuang nomor polisi sepeda motor

Selfie Jurnalisme 003

Mau selfie, ada “padudadi” ikut nimbrung. Tak ada edit apapun.

Selfie Jurnalisme 004

Akhirnya selfie, tapi dikomentari oleh mas Koi (XL) berkaos biru. Mengurangi bright agar terlihat lebih mild namun tetap tajam.

Tanggal 29 April kemarin, saya melihat unggah foto Danang, dengan privacy “only friends”. Yang menarik, caption foto ini begitu panjang. Kelihatannya, Danang sudah mulai tertular virus Selfie Jurnalisme dan virus Nge-blog, tapi masih malu-malu. Mungkin, kalau Danang sudah punya perangkat komputer (desktop ataupun laptop), akan mulai belajar nge-blog juga.

Inilah foto dan caption yang diunggah Danang.

Selfie Jurnalisme 005Dalam tanda kutip (berusaha mengingat) karena saya “bukan” periset motivasi ataupun seorang photographers saya hanya amateurish yang tak jarang pula terkadang juga terlintas sesekali menginginkan untuk menjadi professionals tetapi tidak bisa. [smile emoticon] hhahahaaha (ketawa dulu) mengigau di siang hari. Sedikit tersadar dan merasa malu karena semenjak memiliki kamera ini hanya digunakan untuk selfie, akan tetapi pada umumnya memang seperti itu sekarang ini sudah menjadi hal yang biasa bagi setiap orang yang memiliki handphone berkamera pixel rendah atau pun berkamera yang tercanggih, karena sebagian besar memang digunakan untuk selfi atau pun mengabadikan berbagai moment lainnya. mata manusia dan mata lensa kamera itu saling berkaitan apalagi bagi seorang photographer professional itu akan menjadi suatu hal yang tak dapat dipisahkan, apapun yang dilihat seseorang segera merefleksikannya melalui mata lensa kamera……ohhh selfie…kamu selfie…aku juga….selfie ahh.
Ini adalah pemandangan masyarakat bogor yang modern seperti halnya yang berkaitan dengan kepribadian itu adalah “konsep diri” / citra pribadi. Saya belajar sedikit dari seseorang (yang ternyata dia adalah kakak saya sendiri, bagaimana menghindari kejenuhan melalui social networks…yeah) tentang ini semua dan semoga ini akan menjadi awal perubahan diri yang bermanfaat untuk selanjutnya. Tapi otak saya terkadang kusut dan membeku kerjernihan kata pun tak akan muncul jadi trrrrrrgantung mood saja, ketika rasa ingin ini membisikkan bahwa itu (moment) objek yang benar-benar menarik menurut saya (menjadi bahan cerita sendiri disini), mata ini melihat dan tak terhindari mata lensa kamera pun siap membidik objeknya “KLIK…KLIK…KLIK…CEKLIK”. Pilihan setiap orang itu selalu dipengaruhi oleh faktor psikologis, MOTIVASI dan PERSEPSI, motivasi setiap orang memiliki banyak kebutuhan pada waktu tertentu. Seperti halnya di bagian sudut sana saya melihat seseorang terlihat tampak lapar, haus, atau merasa tidak nyaman itu karena biogenis mereka muncul dari tekanan biologis dan yang pasti mereka akan mendatangi sebuah restaurants nah ini dia yang namanya modern. Ketika kebutuhan akan pengakuan, dari sudut yang berbeda seseorang merasa ingin memiliki itu pun karena psikogenis mereka muncul dari tekanan psikologis dan mereka mungkin akan segera membelinya…waduhh saya juga sebenarnya memiliki keinginan yang sama dengan orang itu tapi saya di sini hanya lewat (enggak punya uang ..T..). pemandang indah masyarakat kota bogor yang modern, nah saya bilang sekali lagi hanya kebetulan lewat maklum bukan orang modern sihh. Kembali pada satu hal tentang periset motivasi nah ini dia yang saya maksud periset motivasi (lihat kemana arah jari saya menunjuk) tetapi itu bukan menuju untuk satu brand saja melainkan itu mengarah keseluruh brand ternama yang ada di pusat perbelanjaan ini (botani square mall) mereka (periset motivasi) semua sangat intelligence dan saling berkompetisi. Berbagai wawancara mendalam untuk mengungkap motif yang lebih mendalam yang dipicu oleh sebuah produknya masing-masing, mereka semua hebat dalam menggunakan bermacam-macam “teknik proyektif” untuk menghilangkan pelindung ego seseorang seperti halnya asosiasi kata, dan peran. Yang lebih praktis dan lebih baru bagi periset motivasi ini menyatakan mampu membangkitkan sekumpulan motif yang unik dalam diri seseorang sehingga setiap orang akan merasa sangat tertarik ingin memiliki. Persepsi seseorang yang termotivasi siap bertindak dan akan dipengaruhi oleh persepsinya terhadap situasi tertentu, kata kuncinya adalah masing-masing individu karena setiap orang itu akan memandang situasi dengan cara yang berbeda, tak ada bedanya dengan sebuah photo ini yang telah terbidik dan ter-uploads dan setiap orang dapat memiliki persepsi yang berbeda atas objek yang sama oleh karena itu photo ini boleh saja hanya dianggap asal jepret, atau sebuah moment, atau selfi, ataukah sebuah kesombongan belaka, atau sebuah keinginan, ataukah mungkin sebuah rangsangan harian, atau sebuah kesenangan, atau hanya keisengan belaka, yahh..maklum baru belajar juga. Perhatian selektif masyarakat bogor yang modern di sekitar banyak orang terlibat kontak di sini, setiap orang mungkin lebih memperhatikan rangsangan yang berhubungan dengan kebutuhannya saat ini, setiap orang mungkin lebih banyak memperhatikan rangsangan yang mereka antisipasi, setiap orang mungkin lebih memperhatikan rangsangan dengan deviasi yang besar dibandingkan dengan normalisasi. sudah ahh..Lihat ketika sedikit ada warna mencolok mata lensa kamera ini pun lekas klik..klik… Lihat yang itu jepret, lihat yang ini jepret, melihat-lihat diri sendiri wah…dasar KAMPRET.

Itu saja

Semoga menjadi inspirasi

=====

Selfie Jurnalisme

=====
Catatan: Untuk kepentingan tampilan di web, seluruh foto di artikel ini telah resized dengan lebar 470 pixel dan tinggi otomatis sesuai rasio/perbandingan, lalu dioptimasi secara besaran data namun diupayakan tidak terlalu mengurangi kualitas gambar. Secara tampilan telah disetting otomatis sesuai lebar post body, dengan tinggi otomatis sesuai rasio.

Related Posts

This Post Has 3 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *